1. PEMBERDAYAAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (PKK)

Sejarah

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagai gerakan pembangunan masyarakat bermula dari seminar Home Economic di Bogor tahun 1957. Sebagai tindak lanjut dari seminar tersebut, pada tahun 1961 panitia penyusunan tata susunan pelajaran pada Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Kementerian Pendidikan bersama kementeriankementerian lainnya menyusun 10 segi kehidupan keluarga. Gerakan PKK dimasyarakatkan berawal dari kepedulian istri gubernur Jawa Tengah pada tahun 1967 (Ibu Isriati Moenadi) setelah melihat keadaan masyarakat yang menderita busung lapar.

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui 10 segi pokok keluarga dengan membentuk Tim Penggerak PKK di semua tingkatan, yang keanggotaan timnya secara relawan dan terdiri dari tokoh/pemuka masyarakat, para isteri kepala dinas/jawatan dan isteri kepala daerah s.d tingkat desa dan kelurahan yang kegiatannya didukung dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pada tanggal 27 Desember 1972 mendagri mengeluarkan surat kawat no. Sus 3/6/12 kepada seluruh gubernur kdh tk. I Jawa Tengah dengan tembusan gubernur kdh seluruh Indonesia, agar mengubah nama pendidikan kesejahteraan keluarga menjadi pembinaan kesejahteraan keluarga. Sejak itu gerakan PKK dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan nama Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan tanggal 27 Desember ditetapkan sebagai “hari kesatuan gerak PKK” yang diperingati pada setiap tahun.

Dalam era reformasi dan ditetapkannya TAP MPR no. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004, serta pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang no.22 tahun 1999 dan undang-undang no.25 tahun 1999, tetapi PKK pusat tanggap dengan mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang disepakati dalam rakernaslub PKK tanggal 31 Oktober s.d 2 November 2000 di Bandung dan hasilnya merupakan dasar dalam perumusan keputusan menteri dalam negeri dan otonomi daerah no. 53 tahun 2000, yang selanjutnya dijabarkan dalam pedoman umum gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) ini.

Hal yang mendasar antara lain adalah perubahan nama gerakan PKK dari gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga menjadi gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga

 2. KARANG TARUNA

Karang Taruna merupakan organisasi kepemudaan di Indonesia. Karang Taruna adalah wadah pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh berdasarkan kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh, serta untuk masyarakat, khususnya generasi muda di wilayah Desa/Kelurahan atau komunitas sosial sederajat.

Organisasi ini bergerak di bidang kesejahteraan sosial yang di dalamnya mencakup pembinaan dan pemberdayaan remaja dalam bidang keorganisasian, pengembangan kegiatan ekonomi produktif dengan memberdayakan potensi sumber daya manusia dan lingkungan yang telah ada, pembinaan olahraga, keterampilan, advokasi, keagamaan, serta kesenian.

Dasar hukum Karang Taruna tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan dan Peraturan Menteri Sosial No. 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna.

Karang Taruna bertujuan untuk mewujudkan:

a.      Pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota masyarakat yang berkualitas, terampil, cerdas, inovatif, berkarakter serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam mencegah, menangkal, menanggulangi, dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda;

b.      Kualitas kesejahteraan sosial setiap anggota masyarakat, terutama generasi muda, di desa kelurahan secara terpadu, terarah, menyeluruh, serta berkelanjutan;

c.      Pengembangan usaha menuju kemandirian setiap anggota masyarakat, terutama generasi muda;

d.      Pengembangan kemitraan yang menjamin peningkatan kemampuan dan potensi generasi muda secara terarah serta berkesinambungan; dan

e.      Memelihara persatuan serta kesatuan masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Fungsi

Karang Taruna menyelenggarakan fungsi:

a.      Pencegahan timbulnya masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda;

b.      Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi rehabilitasi, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, serta diklat setiap anggota masyarakat, terutama generasi muda;

c.      Peningkatan usaha ekonomi produktif;

d.      Penumbuhan, penguatan, serta pemeliharaan kesadaran dan tanggung jawab sosial setiap anggota masyarakat, terutama generasi muda, untuk berperan secara aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

e.      Penumbuhan, peningkatan dan pengembangan kegiatan Bulan Bhakti Karang Taruna;

f.       Penumbuhan, penguatan, serta pemeliharaan kearifan lokal

g.      Pemeliharaan dan penguatan semangat persatuan serta kesatuan masyarakat, kebangsaan, Bhineka Tunggal Ika, serta penegakan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

h.      Partisipasi aktif keikutsertaan dalam setiap upacara yang diselenggarakan Pemerintah Daerah.

Anggota dan pengurus

Keanggotaan Karang Taruna menganut stelsel pasif. Artinya seluruh anggota masyarakat yang berusia 13-45 tahun dalam Iingkungan Kelurahan merupakan Warga Karang Taruna.

Sedangkan untuk kepengurusan Karang Taruna sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Ketua yang dapat dibantu 1 (satu) atau sebanyak-banyaknya 2 (dua) Wakil Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris, serta 1 (satu) orang Bendahara dan Seksi-seksi. Ketua Pengurus Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh warga Karang Taruna setempat serta dapat dipilih kembali untuk satu masa bakti berikutnya.

Pengurus Karang Taruna dipilih, ditetapkan, serta disahkan dalam Musyawarah Warga Karang Taruna di Kelurahan dan dikukuhkan oleh Lurah, dengan masa bakti 3 (tiga) tahun.

Syarat untuk bisa menjadi Pengurus Karang Taruna adalah sebagai berikut:

 a.     Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b.      Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila serta Undang-Undang Dasar

Negara 1945;

c.      Bertempat tinggal di kelurahan yang bersangkutan;

d.      Memiliki pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang Taruna;

e.      Memiliki pengetahuan dan keterampilan berorganisasi, kemauan, kemampuan, serta pengabdian di bidang kesejahteraan sosial;

f.       Berumur 17 (tujuh belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun.

3. Kelompok Penggerak Pariwisata (KOMPEPAR)

Kompepar adalah salah satu unsur “masyarakat pariwisata“ yang berkomitmen membantu pemerintah dalam membangun dunia kepariwisataan. Dalam mekanisme kerjanya, masyarakat dan pemerintah memiliki kesamaan tujuan dan cita – cita. Yakni pembangunan, terutama sektor pariwisata, berbasiskan pada nilai – nilai kearifan lokal dengan melibatkan dan mendayagunakan peran serta masyarakat daerah sekitar.

Kompepar dibentuk berdasarkan kententuan dan kebijakan pemerintah, yang dalam pengelolaannya dilaksanakan melalui pemanfaatan potensi sumber daya manusia yakni masyarakat yang ada di kawasan pariwisata bersangkutan. Oleh karena diyakini, bahwa masyarakat sekitar kawasan tersebut akan lebih mengerti dan mengetahui permasalahan yang ada di daerahnya sendiri. Masyarakat di sekitar objek dan tujuan wisata akan mengetahui benar tentang potensi dan aspek – aspek lain yang menunjang kepariwisataan; misalnya aspek sosial, potensi alam lingkungan hidup, sejarah, dan adat istiadat budaya daerahnya.

Tujuan Pembentukan KOMPEPAR

  1. Meningkatkan peran serta pelaku usaha pariwisata dan masyarakat dalam menata pelayanan dan kebutuhan wisatawan di Obyek dan Daya Tarik Wisata.
  2. Meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan.
  3. Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan yang berwisata.
  4. Meningkatkan Sadar Wisata dan Sapta Pesona bagi masyarakat di sekitar Obyek dan Daya Tarik Wisata.
  5. Memanfaatkan dan meningkatkan potensi Obyek Wisata dan peningkatan mutu pelayanan bagi wisatawan.
  6. Menciptakan Pangandaran sebagai Daerah Tujuan Budaya dan Wisata andalan.

Sasaran Pembentukan KOMPEPAR

  1. Tumbuhnya sadar wisata di kalangan masyarakat sehingga timbul rasa memiliki, rasa turut bertanggung jawab terhadap pengembangan pariwisata.
  2. Tumbuhnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan dan meningkatkan kesadaran pengusaha jasa usaha pariwisata untuk meningkatkan pelayanan kepada pengunjung dan atau wisatawan.
  3. Tersedianya sarana dan prasarana kepariwisataan yang memadai sesuai dengan upaya peningkatan kegiatan kepariwisataan.
  4. Terciptanya citra kepariwisataan yang serasi dengan lingkungan.
  5. Terpeliharanya kebersihan dan ketertiban dalam rangka pelestarian lingkungan.
  6. Meningkatnya pemerataan pembangunan dan pendapatan masyarakat serta memperluas kesempatan kerja.
  7. Peningkatan arus kunjungan wisatawan.

Tugas Pokok dan Fungsi KOMPEPAR

Meningkatkan motivasi masyarakat dalam rangka mendukung pembangunan kepariwisataan, serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud di atas, Kompepar mempunyai fungsi sebagai berikut :

  1. Peningkatan peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam menata pelayanan dan kebutuhan persinggahan wisatawan.
  2. Peningkatan kesadaran masyarakat di dalam upaya pengembangan kepariwisataan.
  3. Menggalakan usaha – usaha akses yang mungkin timbul sebagai akibat pengembangan pariwisata dan atau membatasi pengaruh tersebut serta meningkatkan daya tahan masyarakat dalam menghadapi akibat negatif kegiatan pariwisata.
  4. Peningkatan kebersihan dan ketertiban lingkungan.
  5. Pemanfaatan dan peningkatan potensi obyek wisata serta pelayanan jasa pariwisata.
  6. Bertindak sebagai motivator, pasilitator, dan komunikator terhadap masyarakat sekitar Obyek Daya Tarik Wisata.

4. Dewan kemakmuran Masjid (DKM)

Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), merupakan organisasi yang dikelola oleh jemaah muslim dalam melangsungkan aktivitas di masjid. Setiap masjid yang terkelola dengan baik memiliki DKM dengan strukturnya masing-masing. Secara umum, pembagian kerjanya terbagi menjadi tiga yaitu Bidang ‘Idarah (administrasi manajemen masjid), Bidang ‘Imarah (aktivitas memakmurkan masjid) dan Bidang Ri’ayah (pemeliharaan fisik masjid).

5. Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid  Indonesia (BKPRMI)

Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia adalah gerakan Dakwah, organisasi kader dan wahana komunikasi organisasi Pemuda Remaja Masjid seluruh Indonesia.

Sejarah

Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI) berdiri pada tanggal 3 September 1977 /19 Ramadhan 1397 Hijriyah di Masjid Istiqamah Bandung, Jawa Barat. Dengan terbentuknya kepengurusan periode 1977 – 1980 hasil Musyawarh Kerja Nasional dan dilantik oleh K.H. Engkin Zaenal Muttaqien atau K.H. EZ Muttaqien mewakili Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Tercatat sebagai pendiri adalah: Toto Tasmara, Ahmad Mansur Suryanegara, Syamsuddin

Manaf, Bambang Pranggono, masing-masing dari Jawa Barat, Mustafid Amna, Syaifuddin Donondjoyo, Muhammad Anwar, Muchlis Ma’ruf masing-masing dari DKI Jakarta, Nasir Budiman, Nurcholis Turmudzi masing-masing dari Jawa Tengah, Mubayin dari Jawa Timur.

Pembentukannya dilatar belakangi sebagai berikut:

  1. Sebagai reaksi terhadap gejala sosial yang berkembang di tanah air seperti konsep pembangunan nasional yang dinilai cenderung berorientasi pada pembentukan masyarakat sekuler, depolitisasi organisasi kepemudaan melalui konsep NKK dan BKK, isu kristenisasi dan pemahaman keagamaan berlangsung secara dinamis yang menimbulkan polemik antara paham tradisional dan paham modernis.
  2. Isu kebangkitan Islam Abad XV Hijriyah yang ditandai dengan kesemarakan kegiatan keagamaan, pencerahan pemahaman keagamaan melalui kajian-kajian dalam berbagai bentuknya, kuatnya dorongan untuk membangun Ukhuwah Islamiyah dan negara
  3. Tumbuhnya kesadaran beragama di kalangan muda Islam telah mendorong untuk mempelajari sekaligus untuk memperjuangkan Islam sebagai sebuah kebenaran mutlak.
  4. Tumbuh kembangnya kajian-kajian Islam di berbagai belahan dunia di satu sisi dan di sisi lain semakin kuatnya semangat Generasi Muda Islam Indonesia untuk memantapkan posisi dan citra Indonesia tidak hanya sebagai pemeluk Islam terbesar di dunia, tetapi luk Islam terbesar di dunia, tetapi juga sebagai pusat syiar dan peradaban Islam.
  5. Munculnya gerakan ummat Islam di seluruh dunia untuk kembali ke Masjid sebagai basis perjuangannya, di mana Masjid sebagai Lembaga dan Pranata, Masjid sebagai Baitullah dan Masjid sebagai milik Ummat, memberikan nuansa dan marwah BKPRMI sebagai alat perekat/katalisator Pemuda Remaja Islam, Ideologi dan emosi keagamaan sebagai motivasi instrinsik dalam memacu semangat juang “Tahan Banting”. independen dan sebagai Kader Ummat dan sekaligus sebagai Kader Bangsa.

Prestasi

Salah satu prestasi BKPMI adalah dicanangkannya pembentukan Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) sebagai program nasional

BKPMI dalam Musyawarah Nasional V BKPMI di Masjid Al-Falah Surabaya tahun 1989. Dalam MUNAS V ini, hadir memberi pengarahan beberapa pejabat tinggi negara, seperti Menteri Agama  (Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali) dan Menteri Penerangan (H.Harmoko). Program TKA ini kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Lembaga Pembinaan dan pengembangan TKA (LPPTKA) BKPMI dalam rapat pleno DPP BKPMI di Jakarta. Kini menjadi LPPTKA BKPRMI dan merupakan salah satu lembaga bagian dari BKPRMI.

Dari BKPMI Ke BKPRMI

Perubahan dari Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI) ke Badan

Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) dilakukan dalam Musyawarah Nasional VI tahun 1993 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, bersamaan dengan bergabungnya Forum Silaturahmi Remaja Masjid (FOSIRAMA)

Bersamaan dengan perubahan nama organisasi, dalam MUNAS VI ini pula disepakati, bahwa BKPRMI merupakan lembaga otonom dari organisasi Dewan Masjid Indonesia (DMI). Selain itu, di bawah pengurus BKPRMI terbentuk beberapa

Lembaga Pembinaan dan Pengembangan, seperti Da’wah dan Pengkajian Islam

(LPP-DPI), Sumber Daya Manusia (LPP-SDM), Ekonomi Koperasi (LPP-EKOP), Dan Keluarga Sejahtera (LPP-KS). Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Ketahanan Santri (LKS), terbentuk dalam suatu rapat pleno DPP pasca MUNAS VI.

6. Serikat Pekerja

Serikat pekerja atau serikat buruh ialah organisasi buruh yang bergabung bersama untuk mencapai tujuan umum di bidang seperti upah, jam dan kondisi kerja. Melalui kepemimpinannya, serikat pekerja bertawar-menawar dengan majikan atas nama anggota serikat (anggota orang kebanyakan) dan merundingkan kontrak buruh (perundingan kolektif) dengan majikan. Hal ini dapat termasuk perundingan upah, aturan kerja, prosedur keluhan, aturan tentang penyewaan, pemecatan, dan promosi buruh, keuntungan, keamanan dan kebijakan tempat kerja.

Di Indonesia, definisi serikat pekerja/buruh berdasarkan Undang-Undang Serikat Pekerja Nomor 21 Tahun 2000 adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.[1]

Organisasi tersebut dapat terdiri atas buruh perseorangan, profesional, mantan buruh, atau penganggur. Tujuan paling umum namun tidak punya arti apapun ialah “memelihara atau memperbaiki keadaan pekerjaannya”. Selama 300 tahun terakhir, banyak serikat buruh yang telah berkembang ke sejumlah bentuk, dipengaruhi oleh bermacam rezim politik dan ekonomi. Tujuan dan aktivitas serikat pekerja beragam, tetapi dapat termasuk ketetapan laba untuk anggota, perundingan kolektif, tindakan industri, dan aktivitas politik.

Beberapa Organisasi Buruh:

ILO – International Labour Organization

PPMI – Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia

FSPS – Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa

SPSI – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia

SPN – Serikat Pekerja Nasional

FSBI – Federasi Serikat Buruh Independen

GASBIINDO – Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia

KASBI – Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia

FSPMI – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

FSB GARTEKS – Federasi Serikat Buruh Garmen, Tekstil, Kerajinan, Kulit dan

                               Sentra Industri

SBB – Serikat Buruh Bakalan

FSPNI- Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia (FSPNI)

Tinggalkan komentar